Header Ads Widget

jambimantap

Gandhi Wira Azani Aktivis /Ketua Mahasiswa Mahasiswa Minang Sungai Penuh-Kerinci


Opini : Rekonstruksi Strategi Politik Kaula Muda

Oleh : Gandhi Wira Azani


Kaula muda atau pemilih muda adalah  suara yang mendominasi dalam pemilu di tahun 2024 . Berkaitan dengan hal tersebut, para partai politik ataupun mereka yang berkompetisi dalam Pemilihan umum (pemilu) menjadikan kaula muda sebagai pemegang peran politiknya, mereka juga melibatkan kalangan anak muda dalam program-program yang terorganisir, tentunya partisipasi dan kesadaran akan pentingnya politik bagi kalangan anak muda harus dilandasi oleh hasrat untuk mencapai tujuan bersama (public goods).


Kaula muda adalah generasi penentu, tidak hanya menentukan keberlangsungan regenerasi kepemimpinan Indonesia pada pemilu mendatang, tetapi juga menentukan apakah Indonesia akan mencapai puncak keemasannya saat republik ini berusia 1 abad. Karena itu, penting bagi para kontestan pemilu mengarusutamakan politik gagasan yang mengetengahkan pelbagai solusi, baik jangka pendek, menengah, maupun panjang, terhadap persoalan-persoalan kaum muda.


Pemilu 2024 menjadi ajang politik yang sangat dinantikan oleh anak muda, kelompok yang dikenal sebagai kaula muda atau kaum muda yang penuh semangat dan memiliki kepekaan terhadap isu-isu sosial, hal ini juga menjadi ajang pesta demokrasi dengan diadakannya pemilihan umum lima 5 tahun sekali untuk memilih pemimpin yang mewakili rakyat secara Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil (LUBERJURDIL) serta demi kedaulatan bangsa Indonesi di masa depan. Kemudian dengan adanya kampanye pemilu 2024 pun sangat menarik perhatian publik, karena telah bertransformasi untuk lebih mencerdaskan, meningkatkan daya kritis dan kreatif masyarakat melalui diskusi dan kampanye digitalisasi di pelbagai platform media sosial. 


Media digital menjadi salah satu media yang digunakan sebagai alat untuk membangun brand dan image partai dan kandidat yang akan berkontasi di era revolusi industri 4.0 ini yang mengutamakan kemudahan serta efektifitas untuk mendulang suara terbanyak terlebih suara kaum muda. Masyarakat yang semakin gandrung dengan perangkat teknologi memungkinkan bagi para kontestan untuk bisa lebih mudah dalam melakukan political branding dengan menonjolkan kelebihan partai tersebut ataupun figur politik tertentu. 


Politik mungkin sudah tak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Polemik politik yang bermacam-macam sering menjadi daya tarik tersendiri di masyarakat khususnya utuk para kaum muda Indonesia. Kaum milenial sering disebut pula sebagai cikal bakal penurus bangsa (man of future), Kaum muda sangat dibutuhkan bagi kemakmuran bangsa karena diharapkan para kaum muda mempunyai ide-ide yang kreatif untuk bisa merubah bangsa menjadi lebih baik.


Temuan survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS) pada 8–13 Agustus 2022 bertajuk Pemilih Muda dan Pemilu 2024: Dinamika dan Preferensi Sosial Politik Pascapandemi mengafirmasi persoalan-persoalan tersebut. Dalam survei itu, isu-isu strategis yang banyak menjadi perhatian kaum muda, antara lain, tingginya harga sembako (32,4 %); terbatasnya lapangan pekerjaan (28,2 %); tingginya angka kemiskinan (11,7 %); layanan dan biaya kesehatan yang mahal (7 %); serta pelayanan dan kualitas pendidikan yang buruk (5,7 %). Persoalan-persoalan lainnya yang juga dihadapi kaum muda adalah perubahan iklim dan kesehatan mental.


Pada aspek ketenagakerjaan, data Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Kemenaker RI) menunjukkan bahwa mayoritas penganggur adalah kelompok usia muda (20–39 tahun), yakni sebanyak 5 juta orang dari 7,9 juta orang pada Februari 2023. Jika ditelisik lebih mendalam, akar persoalannya adalah ketidaksejahteraan, yang melahirkan persoalan-persoalan turunan lainnya seperti keterbatasan akses pendidikan dan kesehatan yang berkualitas serta kehidupan yang layak.


Namun sering kali juga kaum muda sekarang menjadi sasaran bagi pemain politik, anak muda selalu diperebutkan politikus, mendekati anak muda dengan segala cara, demi meraup suara para pemilih pemula. Cara pemikiran kaum muda yang belum matang dan terkesan masih labil sering dimanfaatkan, terkadang pemikiran awam tentang politik oleh anak muda malah dijadikan point emas bagi segelintiran elite. Padahal kaum muda bukan hanya sekedar tampilan, tetapi muda berarti juga kaya dengan pelbagai terobosan ide-ide yang gagah. Apalagi anak muda yang notabene berperan sebagai pemeran paradigma pembangunan bangsa yang senantiasa mengedepankan etika yang tercantum pada nilai-nilai luhur pancasila. Anak muda jangan hanya dianggap tambang suara belaka, tapi gunakanlah suara anak muda sebagai penyambung aspirasi demi pembangunan bangsa ini agar tetap dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila itu sendiri.


Kaula muda, sebagai pemilih yang cerdas dan kritis, perlu mempertimbangkan lebih dari sekadar popularitas calon. Mereka harus melihat visi jangka panjang, rencana konkrit dan komitmen nyata terhadap isu-isu yang mereka pedulikan, seperti lingkungan, pendidikan dan kesetaraan.


Menurut Aristoteles "politik" adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama. Artinya politik memiliki penjabaran yang positif dan tergantung individu (aktor) ingin berpolitik yang seperti apa.


Sangatlah menarik jika kita berbicara tentang politik, apalagi jika itu dari pemikiran anak muda negeri ini. Apa yang yang ada dibenak anak muda jika mendengar kata politik? Saya yakin yang terbayang dikepala anak muda jika mendengar kata politik adalah soal rebutan kekuasaan, kolot, urusan orang tua, kebohongan publik, dan korupsi. Mengapa pandangan kaum muda sebegitu negatifnya memandang politik yang di praktikan di negeri ini?  Banyak anak muda di negeri ini memiliki persepsi negatif begitu mendengar kata politik.  Dunia politik buatnya adalah dunia yang kelam, kotor, tempat para monster politik saling memangsa satu sama lain, termasuk memangsa rakyatnya sendiri. Pokoknya politik itu seram, jauh dari idealnya bahwa politik merupakan jalannnya untuk memperjuangkan kebaikan bersama, keadilan, kesejahteraan, dan kebebasan.


Dalam catatan sejarah, orang yang pertama mengenalkan kata politik adalah Aritoteles (384 – 322 SM) seorang filsuf Yunani kuno. Ia mengemukaan, bahwa “manusia adalah merupakan binatang poitik, atau political animal”. Melihat dari penjelasan tersebut, Aristoteles menerangakan bahwa hakikat kehidupan sosial sesungguhnya merupakan politik, karena interaksi satu sama lain dari dua atau lebih orang sudah pasti akan melibatkan hubungan politik.


Untuk berpikir kembali akan pentingnya partisipasi politik dalam mewujudkan demokrasi politik, sudah sepantasnya anak muda membuka wawasan politik agar apapun opini publik yang diberikan terkait proses politik jangan diterima begitu saja secara mentah, Lihat sisi lainnya sebab satu suara dalam pemilihan umum akan menentukan kemana arah bangsa ini nantinya. Memilih bukanlah hal yang mudah, namun tidak memilih bukanlah sikap yang bijak. 


Oleh karena itu, mulai dari sekarang, anak muda Indonesia harus aktif berpolitik, boleh dengan ikut serta dalam pemilih umum atau menyampaikan aspirasinya tentu tidak dengan kekerasan, agar demokrasi berkualitas dapat terwujud dan bisa melahirkan sistem pemerintahan yang lebih baik. Simplikasi kaum muda justru berimplikasi pada tidak tersentuhnya persoalan kaum muda yang sesungguhnya. Ditambah lagi, para kontestan pemilu terbuai dengan citra kaum muda kelas menengah yang kreatif, inovatif, dan digital savvy. Pandangan yang bias kelas ini mengabaikan persoalan-persoalan nyata keseharian yang dihadapi kaum muda kelas bawah di perkotaan dan pedesaan yang jumlahnya jauh lebih banyak. Mereka bergumul dengan persoalan kemiskinan, minimnya lapangan pekerjaan, serta terbatasnya akses pendidikan bermutu dan layanan kesehatan berkualitas.

Post a Comment

0 Comments